Alhamdulillah, saat ini saya bisa berbagi kembali sebuah hadits yang diberi tema “
Suatu Zaman Dimana Muslim Akan Terasing”. Hadits ini diambil dari
kitab shahih bukhari dengan nomor hadits 18. Hadits ini diriwayatkan oleh rawi-rawi yang memiliki kualifikasi baik. Sehingga, menurut Ijma’ ulama hadits ini termasuk dalam kategori hadits yang shahih. Konon, menurut para ahli, hadits shahih itu bisa dijadikan
hujjah dalam menyelesaikan persoalan hidup. Jadi, hadits ini bisa menjadi salah satu referensi yang kuat. Mungkin ada diantara pembaca yang bertanya-tanya mengenai alasan mengapa saya menjadikan kata-kata diatas sebagai tema yang mewakili konten hadits yang akan dibahas. Baik, berikut adalah redaksi lengkap hadits, sanad dengan matannya!

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Sha'Sha'ah dari bapaknya dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hampir saja terjadi (suatu zaman) harta seorang muslim yang paling baik adalah kambing yang digembalakannya di puncak gunung dan tempat-tempat terpencil, dia pergi menghindar dengan membawa agamanya disebabkan takut terkena fitnah".
Saya akan mencoba memahami hadits tersebut dari sudut pandang perkembangan
ekonomi syari’ah, khususnya dari sisi
perbankan syari’ah. Saat ini, sistem
perbankan syari’ah merupakan antitesis dari sistem perbankan konvensional yang berbasis pada riba. Riba merupakan hal yang diharamkan, tidak hanya menurut umat Islam saja. Tetapi, dalam kitab agama samawi lainnya juga ada kajian yang di dalamnya mengharamkan praktek ribawi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sistem pemerintahan di Indonesia berlandaskan Pancasila. Dalam hal keuangan, yang menjadi regulator adalah Bank Indonesia. Baik untuk perbankan konvensional maupun perbankan syari’ah. Bank Indonesia identik dengan sistem ribawi. Sehingga, ada yang beranggapan bahwa selama bank syari’ah menginduk pada Bank Indonesia, maka sulit mengatakan bahwa bank syari’ah telah bebas riba. Pemahaman bahwa selama bank syari’ah masih menginduk pada bank Indonesia maka bisa dipastikan masih ada unsur riba dalam bank syari’ah, menurut saya keliru. Karena bank Indonesia di sini berperan sebagai Regulator. Regulasi perbankan syari’ah, jelas telah memiliki undang-undang sendiri, yang tentunya berbeda dengan regulasi bank umum konvensional. Bahkan, dalam undang-undang perbankan syari’ah jelas dikatakan bahwa ada perlakuan khusus untuk bank syari’ah. Maksud perlakuan khusus tersebut adalah, ada pembedaan perlakuan antara perbankan konvensional dengan perbankan syari’ah. Jika itu dalam bentuk rekening, maka rekeningnya berbeda, pencatatannya berbeda, aturannya pun berbeda.
Terlepas dari fakta-fakta bahwa dilihat dari sisi regulasi, kesyari’ahan bank syari’ah bisa dipertanggungjawabkan, masyarakat masih banyak yang berpikir kearah sana. Akhirnya, banyak yang apatis untuk tetap menggunakan jasa perbankan konvensional karena dianggap sama-sama mengandung unsur riba. Banyak juga yang tidak mau menggunakan jasa perbankan, dan menganggap menyimpan uang di celengan itu lebih baik. Serta banyak alasan lainnya. Hal ini serupa dengan muatan hadits di atas, Dimana pada akhirnya seorang muslim memilih untuk menyendiri, membuat sistem sendiri, mengambil langkah sendiri, karena tidak percaya dengan sistem kolektif yang telah ada. Dalam hal ini, saya tidak berada pada wilayah untuk menilai apakah pilihan untuk menyendiri demi menghindari fitnah ini benar atau tidak. Poinnya adalah pada satu zaman, kita akan semakin sulit menemui kehidupan yang penuh dengan nilai-nilai agama sehingga ada kalanya memilih untuk menyendiri, merupakan hal yang harus dipilih untuk menghindari fitnah (agar tetap sesuai dengan nilai-nilai Islam).
Semoga kita senantiasa diberi petunjuk, untuk selalu berada pada jalan yang dikehendakinya.