Sebelumnya sudah dipaparkan bahwa dalam proses penyusunan skripsi, ada beberapa masalah yang berpotensi menghambat proses penyusunan skripsi diantaranya mahasiswa yang shock/kaget, perbedaan cara pandang antara dones dengan mahasiswa, dosen yang sibuk, mahasiswa yang males, serta tergesa-gesa dalam menyusun skripsi
(silahkan lihat : Masalah dalam Proses Penyusunan Skripsi). Mari kita urai satu per satu, pada pembahasan di bawah!
Solusi untuk mengatasi shock/kaget
Jelas sudah bahwa sebuah karya ilmiah harus lah memenuhi kualifikasi tertentu
(silahkan lihat : Penjelasan Metodologi Penelitian). Sangat jarang mahasiswa yang membiasakan menulis dengan menggunakan standar penulisan karya ilmiah. Contoh, dengan kemudahan dalam mendapatkan referensi melalui internet, kecenderungan mahasiswa adalah menduplikasi artikel, kemudian di klaim sebagai jawaban atas tugas yang diberikan dosen. Ketika di uji melalui mensin pencari, tidak sedikit mahasiswa yang ternyata tulisannya diperoleh dari artikel online, bahkan banyak diantaranya yang tidak dimodifikasi terlebih dahulu sebelum diserahkan. Atau bahasa lainnya copas atau plagiasi. Wajar ketika dihadapkan dengan proses nyenyusunan karya ilmiah yang syarat akan pakem-pakem, sitematika penulisan yang baku, serta berbagai ketentuan lainnya, mahasiswa tersebut kaget.
Untuk meminimalisir dampak dari kemudahan menduplikasi tulisan, diantara solusinya adalah dengan membiasakan sedini mungkin budaya ilmiah. Baik itu dalam bentuk diskusi ilmiah, membiasakan membaca tulisan-tulisan ilmiah, baik berupa jurnal, laporan penelitian, hingga berbagai macam makalah, skripsi, yang telah sesuai dengan indikator-indikator keilmiahan. selain itu, pembiasaan menulis ilmiah dengan menggunakan standar penulisan ilmiah juga merupakan salah satu faktor yang bisa mempermudah proses penyusunan tugas akhir.
Lebih baik lagi, jika budaya ilmiah tersebut dilakukan secara beriringan. Contoh, mahasiswa berkelompok membuat sebuah tulisan yang dilatarbelakangi oleh kegelisahan ilmiah akan sebuah permasalahan. Kemudian disajikan dalam sebuah tulisan dengan menggunakan teknik penulisan ilmiah. Kemudian dipresentasikan dihadapan kelompok lainnya, untuk mendapatkan sudut pandang baru, disamping sebagai metode evaluasi untuk menguji makalah yang telah disusun. Melalui pembiasaan sejak dini, ketika dihadapkan dengan masa penyusunan skripsi, mahasiswa tidak akan terbentur dengan teknik penulisan karya tulis, karena pada dasarnya, seluruh karya tulis itu sama. Yang membedakannyanya adalah tingkat kedalaman atas permasalahan yang dikaji.
Cara mengatasi perbedaan cara pandang dalam penyusunan skripsi
Ilustrasi yang saya gunakan ini sangat sering diungkapkan dalam ranah filsafat. Ilustrasi ini menggambarkan sebuah kondisi ketika beberapa orang tunanetra mendeskripsikan seekor gajah. Sebagian mengatakan bahwa gajah itu panjang, karena dia meraba bagian belalai. Sebagian lagi mengatakan bahwa gajah itu besar, karena dia meraba bagian perut, sebagian lainnya mengatakan bahwa gajah itu adalah binatang yang memiliki aroma tidak sedap karena yang dipegangnya adalah bagian belakang. Apakah mereka salah? Tentu tidak, karena jawaban sesuai dengan fakta yang mereka peroleh. Yang menjadi masalah adalah keterbukaan mereka dalam menerima fakta lainnya, yang tidak mereka temukan sendiri. Sikap terbuka seperti inilah yang harus di bangun
Begitu juga kasus yang sering terjadi dalam proses penyusunan tugas akhir. Terkadang, ada perbedaan pandangan atas masalah yang diangkat. Dalam hal ini, cara yang sebaiknya dilakukan adalah menjelaskan permasalahan dengan cara yang baik, komprehensif, serta to the point, agar pembimbing betul-betul memahami, permasalahan yang menjadi topik utama. Jika dianggap sudah merasa betul-betul menjelaskan, kita tinggal merespon tanggapan atau usulan pembimbing. Bagaimanapun, dosen yang ditunjuk untuk membimbing skripsi, tentu sudah memiliki kelayakan dari berbagai aspek, termasuk dalam hal penguasaan materi.
Mengatasi dosen pembimbing yang sibuk
Dalam kasus ini, memang susah mencari alternatif solusi. Akan tetapi, pada dasarnya, sebuah karya ilmiah dianggap layak ketika proses penyanyajiannya terukur serta memenuhi standar keilmiahannya. Jika dosen sulit ditemui, maka kita bisa memanfaatkan kesibukannya untuk betul-betul menyusun tugas akhir sesuai dengan standar keilmiahan. Baik itu dalam hal sistematika yang digunakan di perguruan tinggi tertentu, maupun standar baku yang digunakan di dikti. Jika tulisan yang kita susun telah sesuai dengan aturan, tentu akan meminimalisir kemungkinan-kemungkinan "bentrok" dengan dosen pembimbing.
Mengatasi Rasa Malas dalam Penyusunan Skripsi
Kalau untuk ini, sangat tergantung pada individu masing-masing. Sebagai bahan instrospeksi, mari kita merenungkan kembali berapa biaya yang telah dikeluarkan hingga proses penyusunan tugas akhir, berapa waktu yang telah diinvestasikan, dan yang paling penting, berapa banyak orang yang menggantungkan harapannya terhadap keberhasilan kita menyelesaikan perkuliahan hingga tuntas (silahkan baca : Masalah dalam Proses Penyusunan Skripsi). Dari hasil introspeksi ini, diharapkan bisa melahirkan motivasi yang kuat untuk menyelesaikan tugas akhir.
Mengatasi Masalah Hasrat untuk Cepat-cepat Menyelesaikan Skripsi
Sebelum memaparkan solusi untuk Mengatasi Hasrat untuk Cepat-cepat Menyelesaikan Skripsi, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa ada standar waktu yang harus dipenuhi dalam proses penyusunan skripsi (silahkan baca: Masalah dalam Proses Penyusunan Skripsi). Cara penyelesaiannya adalah dengan menguasai aturan-aturan terkait dengan penyusunan tugas akhir. Pengetahuan ini, akan membentuk kesiapan kita dalam menyusun skripsi. Selain itu, kita juga akan memahami mengapa dosen mengambil langkah-langkah dalam proses penyusunan.