Bissmillah,,
Semoga kita senantiasa diberi keberkahan ilmu, rezeki, serta nikmat iman yang sepenuhnya dilandasi ketakwaan kepada Allah SWT, berdasar pada ajaran Rasulullah Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, saya ingin sedikit memaknai rezeki. Pemaknaan mengenai rezeki ini, lahir setelah sekian lama mencoba mencari arti apa itu rezeki. Saya pernah membaca (tapi lupa sumbernya, mohon dikoreksi nanti di komentar) bahwa yang namanya rezeki itu adalah apa yang kita makan dan kita infakkan. Bisa jadi, uang yang telah kita pegang tidak menjadi rezeki jika uang tersebut tidak sempat kita nikmati. Baik dengan cara menggunakannya untuk memenuhi hajat kita, maupun dengan cara menginfakkannya. "Apa yang kita makan", tidak selamanya dimaknai dalam bentuk makanan semata. Barang apapun yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan kita secara fisik, bisa masuk dalam konteks ini. Jadi, rezeki itu bisa berupa makanan, barang, dan lain sebagainya, yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Semoga Allah senantiasa memenuhi kebutuhan hidup kita, dengan cara yang Allah Ridhai.
Tidak sedikit orang yang terjebak dalam mekanisme dzahir (lahiriah), itung-itungan matematis, rumus-rumus perencanaan, dalam mengelola dan berburu rezeki. Upaya ini tentu bukan hal yang pantang dilakukan. Akan tetapi, jika upaya-upaya ini tidak didasari dengan kesadaran bahwa pada hakikatnya
rezeki itu Allah yang ngasih, maka akan berdampak luar biasa pada keimanan kita, serta keberkahan perniagaan yang telah dilakukan.
Untuk memperkuat pemahaman bahwa
rezeki itu Allah yang ngasih, mari kita renungkan QS Ar Ra'd [13] : 26. Kutipan sebagian makna dari ayat tersebut menegaskan bahwa, Allah yang memberi rezeki sesuai dengan kehendaknya. Artinya, pada siapa Allah mempercayakan kelimpahan harta, sepenuhnya suka-suka Allah. Apa saja kriteria atau standarisasi kelayakan kemapanan yang telah kita siapkan, kalau Allah tidak berkehendak, tidak akan dipercaya. Betul bahwa ada unsur mekanisme manusia yang sudah Allah atur dalam hal pengelolaan harta. Misal makan makanan halal, kriteria makanan halal itu seperti apa, mekanisme perniagaan yang Allah ridhai seperti apa, kita harus senan tiasa berusaha (QS Ar Ra'd [13] : 11). Akan tetapi, besar kecilnya tidak bisa dimatematiskan, tidak bisa dihitung dengan rumus. Angka 5 juta, terkadang tidak jauh bermakna dibandingkan dengan angka 500 ribu. Angka 5 juta, terkadang tidak melahirkan rasa syukur. Besar kecilnya kepercayaan yang Allah berikan kepada umatnya dalam mengelola rezeki, selalu menjadi misteri. Kewajiban kita bukan menghitung, mencari sebesar-besarnya. Kewajiban kita adalah berusaha, sesuai dengan aturan Allah. Jika ingin diberi kepercayaan lebih untuk mengelola rezeki, maka kita harus mentraining diri kita hingga layak untuk diberi kepercayaan. Tentunya dengan kiat-kiat yang telah Allah sampaikan malalui Rasulullah yang ditulis dalam Qur'an, seperti pemperbanyak shadaqah, Shalat Duha, Tahajud, 2 Rakaat sebelum subuh, selain perniagaan yang sesuai dengan aturan Allah. Perkara kita diberi kepercayaan atau tidak, urusan lain. Yang jelas, kita ga usah ragu untuk menjalankan pesan-pesan yang ada dalam Al Qur'an (QS al Baqarah [2] : 2).
Ada sebuah kisah menarik. Mudah-mudahan kisah ini bisa sedikit menggambarkan bahwa
Rezeki itu Allah yang ngasih. Saya adalah seorang penjual yang memasarkan produk melalui website jual beli online. Harga yang saya tawarkan untuk produk yang dijual, bisa dibilang paling murah (berdasarkan hasil
survey pasar). Setelah bisnis berjalan, ada konsumen yang meminta izin untuk menjadi
dropshipper produk yang saya jual. Saya pun merespon dengan baik, dan mempersilahkan beliau untuk menjual produk saya dengan model
dropship. Jika saya menjadi beliau, pemasaran yang akan saya pilih adalah pemasaran online melalui jaringan sosial media, BBM, dan lain sebagainya. Akan tetapi, ternyata beliau memasarkan produk saya pada website yang sama, gambar yang sama, deskripsi yang sama, dengan harga yang 50% lebih mahal dari harga yang saya tawarkan. Barang sama, spesifikasi sama, harga berbeda, mana yang dipilih? Biasanya yang lebih murah, yang lebih terpercaya (berdasarkan
feedback & jumlah penjualan barang). Jika ini yang menjadi pertimbangan, saya jelas lebih ungguk karena lebih murah,
feedback positifnya pun jauh lebih banyak. Tapi, ternyata beliau juga sukses menjual barang yang saya jual dengan harga yang lebih mahal, di website yang sama.
Bagi saya, pengalaman tersebut merupakan bukti bahwa rezeki itu Allah yang ngasih. Allah yang membolak balikkan hati manusia, untuk memilih. So, yakinlah bahwa rezeki itu Allah yang ngasih. Berapapun besarannya, suka-suka DIA (QS Ar Ra'd [13] Ayat 26). Tugas kita hanya berusaha sesuai dengan aturan yang dikehendakiNYA. Jalankan saja perintahnya, jauhi larangannya, ga usah ragu (QS Al Baqarah [2] : ayat 2).