Baik, pada kesempatan ini saya ingin curhat dengan tema nyerempet-nyerempet nyinggun masalah kepribadian. Terutama terkait dengan Image yang Kita bangun. Sebetulnya, kurang tepat juga menggunakan istilah "membangun image". Karena terkadang, image lahir dari rutinitas yang kemudian dijustifikasi oleh orang lain. Oke, terlepas dari permasalahan ini, saya ingin lebih menonjolkan pembahasan mengenai dampak setelah image terbangun. Mari kita simak cerita di bawah!
Katakanlah mister X itu adalah sebagai tokoh utama dalam cerita ini. Mister X adalah seorang operator baru disebuah sekolah tingkat menengah atas. Mister X sangat senang minum kopi hitam. Setiap hari sebelum memulai aktivitas sebagai OPS, mister X selalu meracik kopi hitam sebagai teman bekerjanya, selain komputer buluknya. Seiring dengan waktu, rutinitas mister X pun diperhatikan oleh pimpinannya. Hingga akhirnya, pimpinan mister X menilau bahwa mister X sangat suka mengkonsumsi kopi hitam.
Suatu saat, ada tamu yang datang ke sekolah. Beliau adalah big bos dari pimpinan mister X. Karena big bos, kopi yang disajikan pun kopi yang tidak biasa (menurut mister X). Pimpinan mister X menyebut kopi tersebut dengan sebutan "Kopi Puruluk". Kopi puruluk, adalah kopi susu premium tanpa ampas, yang dalam kemasannya disertakan bubuk granul (granule). Harganya lumayan mahal dibandingkan dengan kopi hitam, kopi susu, atau kopi tanpa ampas lainnya.
Pimpinan mister X meminta tolong kawan lain untuk membuatkan "kopi puruluk". Kawan yang dimintai tolong pun mengkonfirmasi jumlah kopi yang harus diseduh. Pada saat itu, hanya ada 4 orang. Mister X, pimpinan, bos besar, kemudian kawan yang dimintai tolong. Pimpinan pun memberikan jawaban mengenai jumlah pasti "kopi puruluk" yang harus di buat. Kata pimpinan begini, "buat saja kopi puruluk 3 gelas, kemudian kopi hitam 1 gelas untuk mister X, karena mister X suka kopi hitam".
Ternyata, sebetulnya mister X pun akan senang jika beliau diberi secangkir "kopi puruluk" walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa beliau sangat menyukai kopi hitam. Akan tetapi, karena pak pimpinan tanpa menawarkan "kopi puruluk" pada mister X, sudah terlanjur menyuruh kawan untuk membuatkan kopi hitam, padahal yang lainnya dibuatkan "kopi puruluk", maka mister X pun dengan lapang dada menerima secangkir kopi hitam. Akhirnya, bagi mister X, "kopi puruluk" pada saat itu hanya bisa dirasakan aromanya saja.

Mari kita kaji cerita di atas. Mister X secara tidak sadar telah membangun opini bahwa beliau sangat suka Kopi Hitam. Dalam konteks cerita di atas, yang memiliki anggapan bahwa mister X menyukai kopi hitam salah satunya adalah pimpinannya. Jika menggunakan bahasa "image", maka
image yang menempel pada mister X adalah beliau sangat suka kopi hitam. Dari cerita di atas, sangat terlihat jelas bahwa mister X terlah terjebak pada rutinitas yang selama ini ia lakukan. Sehingga pada saat tertentu, tanpa konfirmasi terlebuh dahulu, mister X akan terkungkung pada
image yang tidak sengaja ia bangun. Mengapa saya katakan terkungkung, karna dari cerita di atas bisa dikatakan bahwa mister X juga sebetulnya tidak akan menolak jika diberi "kopi puruluk". Bahkan mungkin jika diberi pilihan antara kopi hitam atau "kopi puruluk", mungkin saja mister X akan memilih "kopi puruluk" mengingat rasanya yang soft, harganya yang mahal, dan jarang-jarang dapat kesempatan merasakan nikmatnya "kopi puruluk".
Cerita di atas sangat realistis dan dekat dengan keseharian. Walaupun demikian, jebakan image yang tidak sengaja terbangun oleh rutinitas, sangat mungkin terjadi pada kehidupan yang lebih kompleks, serta permasalahan yang lebih substantif. Alangkah baiknya jika kita terus mencoba menggali makna dari keseharian, karena bukan tidak mungkin bahwa substansi makna yang kita peroleh dari hal sederhana seperti cerita di atas, bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks. Paling tidak, bisa meminimalisir gejolak dari permasalahan yang sedang dihadapi. Semoga tulisan ini bermanfaat, bagi saya, bagi anda, dan bagi pembaca lain yang membacanya melalui hasil sharing anda melalui sosial media, ataupun sarana lainnya.